Wednesday, April 8, 2015

Perangi Korupsi Mulai dari Rekrutmen



Angka korupsi pada bangsa Indonesia masih sangat tinggi. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah. Baik pendirian berbagai lembaga penindak korupsi sampai dengan pembuatan berbagai program anti korupsi. Kalangan masyarakat sendiri juga telah membentuk lembaga non pemerintah yang menyoroti, meneliti, dan menyikapi tentang korupsi. Namun tetap saja korupsi masih tinggi. Korupsi seakan menjamah setiap sendi kehidupan. Mulai dari tingkat bawah hingga ke tingkat pusat. Korupsi tidak hanya dilakukan oleh rekanan pemerintah, tetapi juga birokrasi, legislator dan bahkan aparat yudikatif sendiri.
Untuk itu kasus korupsi mesti mendapat penanganan yang optimal dari semua pihak, terutama terhadap penegak hukum itu sendiri. Namun penanganan kasus hukum terhadap aparat manakala pelanggaran telah terjadi, kurang mampu membersihkan aparat dari peluang pelanggaran hukum. Karena jiwa profesional aparat manakal sudah ternodai oleh napsu korupsi, sangat sulit untuk diluruskan kembali.
Untuk hal itulah maka kebijakan pemerintah tentang penegakan hukum harus dari sumbernya. Pengendalian korupsi terhadap aparat hukum tidak hanya dilakukan pada saat  korupsi dilakukan, tetapi pada setiap proses aparat tersebut melaksanakan tugas negara. Untuk meningkatkan jaminan anti korupsi aparat negara, mesti penanganannya mulai dari rekrutmenya sebagai penegak hokum. Sistem rekrutmen aparat negara mesti dilakukan secara jujur dan profesional.
Sinyalemen rekrutmen aparat pemerintah termasuk penegak hukum menggunakan model-model korupsi, kolusi, dan nepotisme merupakan contoh segar system yang diajarkan kepada calon-calon aparatur negara termasuk penegak hukum.  Dengan menelusuri jalan kolusi, nopotisme dan korupsi untuk menduduki sebuah posisi apalagi posisi pelayan masyarakat, maka sangat disangsikan untuk jauh dari praktek korupsi di masa depan. Dengan rasionalisasi seperti tersebut, maka tidak ada alasan untuk meremehkan proses rekrutmen.
Proses rekrutmen pada berbagai hal mesti dijauhkan dari proses-proses korupsi, kolusi dan nepotisme. Mulai dari penerimaan siswa dan mahasiswa baru. Sebuah sekolah membuat perencanaan untuk anak didiknya adalah berdasarkan nilai tes yang diraih oleh siswa. Manakala nilai tes bisa dipermainkan sehingga siswa dan mahasiswa yang lulus tidak sesuai dengan kemampuan yang diharapkan, maka kebijakan yang telah dibuat oleh sekolah tidak tepat dan menghadapi kendala yang semakin banyak, sehingga tujuan pendidikan tidak akan tercapai. Kesalahan rekrutmen terhadap atlet untuk dikirim mewakili sebuah daerah atau negara, maka daerah atau negara tersebut tidak pernah akan  menjadi pemenang.
Kesalahan rekrutmen dalam menerima calon Tentara dan Polisi, maka proses pendidikan selanjutnya akan menemui berbagai kendala. Begitu juga ketika proses pelaksanaaan tugas, maka ketidakmampuan mengelola pekerjaan akan tampak, akhirnya pelayanan akan lamban. Uang yang didapat dari ngutang untuk membayar suap dimasa penerimaan pekerjaan, selalu membayangi setiap langkah dalam bekerja. Manakala kesempatan datang maka bayangan itu akan menuntut untuk melakukan korupsi.
Kesalahan rekrutmen terhadap calon-calon jaksa, hakim, dan pejabat lainnya akan melahirkann jaksa, hakim, dan pejabat yang tidak peka terhadap pekerjaannya sendiri. Proses kolusi, korupsi dalam pencarian jabatan jaksa dan hakim akan mengeliminir esensi keberadaanya pada jabatan tersebut. Dengan demikian ia lupa keberadaannya sebagai wakil dari negara untuk menegakkan keadilan secara cepat dan benar. Karena bayangan-banyangan tagihan akibat proses korupsi yang dilakukan sebelumnya menjadi lebih dominan sehingga tugas sejatinya terabaikan.
Dengan demikian rekrutmen menjadi penentu  kinerja dan keberhasilan selanjutnya dari sebuah posisi atau jabatan. Rekrutmen yang bernuansa korupsi akan melahirkan pejabat yang kurang profesional sehingga bekerja lamban, gagap dan tidak peka. Rekrutmen yang dibayangi oleh utang untuk suap akan selalu menekan untuk menjarah uang negara setiap ada kesemparan. Untuk itu, penegasan pemerintah selaku penyelenggara dalam melaksanakan proses rekrutmen disetiap proses kehidupan, mulai dari sekolah, perguruan tinggi, TNI, Kepolisian, PNS, pejabat, dan termasuk pemilihan legislatif mesti dilakukan dengan jujur, sportif, dan profesional. Dengan demikian melahirkan calon-calon siswa, mahasiswa, TNI, Polisi, PNS, pejabat yang layak, idealis,  jujur, dan profesional. Sehingga sangat jauh dari tekanan-tekanan serta napsu untuk berbuat korup.












No comments:

Post a Comment