Angka korupsi pada bangsa Indonesia masih sangat tinggi.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah. Baik pendirian berbagai lembaga
penindak korupsi sampai dengan pembuatan berbagai program anti korupsi.
Kalangan masyarakat sendiri juga telah membentuk lembaga non pemerintah yang
menyoroti, meneliti, dan menyikapi tentang korupsi. Namun tetap saja korupsi
masih tinggi. Korupsi seakan menjamah setiap sendi kehidupan. Mulai dari
tingkat bawah hingga ke tingkat pusat. Korupsi tidak hanya dilakukan oleh
rekanan pemerintah, tetapi juga birokrasi, legislator dan bahkan aparat yudikatif
sendiri.
Untuk hal itulah maka kebijakan pemerintah tentang
penegakan hukum harus dari sumbernya. Pengendalian korupsi terhadap aparat
hukum tidak hanya dilakukan pada saat korupsi dilakukan, tetapi pada setiap proses aparat
tersebut melaksanakan tugas negara. Untuk meningkatkan jaminan anti korupsi
aparat negara, mesti penanganannya mulai dari rekrutmenya sebagai penegak
hokum. Sistem rekrutmen aparat negara mesti dilakukan secara jujur dan
profesional.
Sinyalemen rekrutmen aparat pemerintah termasuk penegak
hukum menggunakan model-model korupsi, kolusi, dan nepotisme merupakan contoh
segar system yang diajarkan kepada calon-calon aparatur negara termasuk penegak
hukum. Dengan menelusuri jalan kolusi, nopotisme dan
korupsi untuk menduduki sebuah posisi apalagi posisi pelayan masyarakat, maka
sangat disangsikan untuk jauh dari praktek korupsi di masa depan. Dengan
rasionalisasi seperti tersebut, maka tidak ada alasan untuk meremehkan proses
rekrutmen.
Proses rekrutmen pada berbagai
hal mesti dijauhkan dari proses-proses korupsi, kolusi dan nepotisme. Mulai
dari penerimaan siswa dan mahasiswa baru. Sebuah sekolah membuat perencanaan
untuk anak didiknya adalah berdasarkan nilai tes yang diraih oleh siswa.
Manakala nilai tes bisa dipermainkan sehingga siswa dan mahasiswa yang lulus
tidak sesuai dengan kemampuan yang diharapkan, maka kebijakan yang telah dibuat
oleh sekolah tidak tepat dan menghadapi kendala yang semakin banyak, sehingga
tujuan pendidikan tidak akan tercapai. Kesalahan rekrutmen terhadap atlet untuk
dikirim mewakili sebuah daerah atau negara, maka daerah atau negara tersebut
tidak pernah akan menjadi pemenang.
Kesalahan rekrutmen dalam
menerima calon Tentara dan Polisi, maka proses pendidikan selanjutnya akan
menemui berbagai kendala. Begitu juga ketika proses pelaksanaaan tugas, maka
ketidakmampuan mengelola pekerjaan akan tampak, akhirnya pelayanan akan lamban.
Uang yang didapat dari ngutang untuk membayar suap dimasa penerimaan pekerjaan,
selalu membayangi setiap langkah dalam bekerja. Manakala kesempatan datang maka
bayangan itu akan menuntut untuk melakukan korupsi.
Kesalahan rekrutmen terhadap
calon-calon jaksa, hakim, dan pejabat lainnya akan melahirkann jaksa, hakim,
dan pejabat yang tidak peka terhadap pekerjaannya sendiri. Proses kolusi,
korupsi dalam pencarian jabatan jaksa dan hakim akan mengeliminir esensi
keberadaanya pada jabatan tersebut. Dengan demikian ia lupa keberadaannya
sebagai wakil dari negara untuk menegakkan keadilan secara cepat dan benar.
Karena bayangan-banyangan tagihan akibat proses korupsi yang dilakukan
sebelumnya menjadi lebih dominan sehingga tugas sejatinya terabaikan.
Dengan demikian rekrutmen
menjadi penentu kinerja dan keberhasilan
selanjutnya dari sebuah posisi atau jabatan. Rekrutmen yang bernuansa korupsi
akan melahirkan pejabat yang kurang profesional sehingga bekerja lamban, gagap
dan tidak peka. Rekrutmen yang dibayangi oleh utang untuk suap akan selalu
menekan untuk menjarah uang negara setiap ada kesemparan. Untuk itu, penegasan pemerintah
selaku penyelenggara dalam melaksanakan proses rekrutmen disetiap proses
kehidupan, mulai dari sekolah, perguruan tinggi, TNI, Kepolisian, PNS, pejabat,
dan termasuk pemilihan legislatif mesti dilakukan dengan jujur, sportif, dan
profesional. Dengan demikian melahirkan calon-calon siswa, mahasiswa, TNI,
Polisi, PNS, pejabat yang layak, idealis,
jujur, dan profesional. Sehingga sangat jauh dari tekanan-tekanan serta napsu untuk berbuat korup.
No comments:
Post a Comment