Wednesday, April 8, 2015

KAJIAN DESKRIPTIF DESENTRALISASI PENDIDIKAN


 
            Dideklarasikannya reformasi di Indonesia, yang dipelopori oleh gerakan mahasiswa periode 1998, membuka gerbang baru sistem negara di Indonesia. Amandemen UUD 1945 sampai empat kali merupakan bukti berjalannya reformasi tersebut. Reformasi tidak hanya terjadi pada sistem negara secara pundamental tetapi disertai dengan reformasi pada sistem-sistem sektoral termasuk bidang pendidikan. Berubahnya paradigma sentralistik menuju paradigma desentralisasi memberikan pertimbangan-pertimbangan yang beragam mana diantara itu yang paling efektif terutama dalam bidang pendidikan.
        
    Sebagai sebuah negara yang memiliki segudang petensi, sangat berpeluang menjadi negara besar dan maju. Sumber daya alam baik fisik maupun plora dan faunanya merupakan modal yang menunggu sentuhan tangan-tangan terampil dari manusia Indonesia. Manusia-manusia yang tidak hanya kaya akan kajian teoritik tetapi memiliki sikap yang positif terhadap alam serta terampil menggunakan segenap inderanya dalam mengakomodasi semua potensi yang ada.
Potensi alam juga dilengkapi oleh potensi jumlah sumber daya manusia yang sangat banyak. Jumlah penduduk yang sangat besar dan tersebar diseluruh pelosok memudahkan pengaturan pembagian peran kehidupan. Sistem kemasyarakatan (kultur) yang beranekaragam dan agama serta kepercayaan yang demikian banyak semakin memperkaya bangsa menjadi negara besar dan maju.
Tetapi, sebesar apapun potensi yang kita miliki, tanpa pengelolaan yang profesional, lama kelamaan potensi yang kita miliki hanya akan menjadi potensi yang terbuang atau seperti saat ini yakni “potensi yang diambil orang” Indonesia hanya bisa mengekspor berjuta-juta ton bahan baku yang ditukar dengan beberapa unit pesawat terbang. Disisi lain juga Indonesia hanya bisa mengekspor 100 orang pembantu rumah tangga yang ditukar dengan seorang teknisi mesin. Atau yang lebih memprihatinkan kita hanya bisa membeli pakaian bekas dengan menjual permata dan berlian kita.
Demikian potensi hanya menjadi potensi yang dimikmati orang, masyarakat Indonesia hanya bisa menonton jurang-jurangnya diratakan, kayu-kayungan ditebang tanpa bisa berkata apa. Apakah kondisi seperti ini yang kita harapkan atau yang kita tunggu sekian lama sejak merdeka, tentu dengan tegas kita menjawab bukan !
Apakah kita harus berteriak dan menyalahkan generasi pendahulu kita, tidak ! Kita justru sejak saat ini menyatukan pikiran dan langkah untuk menyusun strategi baru, menyusun strategi yang jitu dalam menghadapi permasalahan besar bangsa ini. Masalah terbesar bangsa ini adalah masalah kualitas sumber daya manusia. Manusia Indonesia tidak harus menjadi tamu dinegeri sendiri, harus mengatakan permisi untuk melakukan sesuatu dinegerinya sendiri, manusia Indonesia tidak harus menjadi manusia kelas dua dinegerinya sendiri.
Sentralisasi sistem pendidikan telah terbukti membuat masyarakat yang tidak terberdayakan baik secara kognitif, afektif maupun psikomotorik. Output pendidikan belumlah siap menghadapi alam Indonesia, pendidikan hanya melahirkan manusia-manusia yang hapal akan konsep-konsep tetapi tidak pernah tahu dimana konsep itu digunakan. Dan tidak tahu bagaimana konsep itu digunakan. Dunia pendidikan sepertinya berjalan sendiri menuju tujuannya sedangkan alam berkembang sendiri oleh ekploitasi oleh tangan-tangan jahil.
Sentralisasi pendidikan secara sistem juga belumlah mampu memberikan penghidupan yang layak bagi penyelenggara pendidikan secara umum, tetapi hanya mampu mensejahterakan segelintir orang. Pendidikan belum  menyajikan efisiensi, yakni keseimbangan antara dana yang dihabiskan dengan kualitas keluaran yang dihasilkan.
Mengingat demikian banyak keterbatasan sistem sentralisasi pendidikan, maka sistem desentralisasi menjadi pilihan yang diharapkan mampu mengubah kualitas output pendidikan yang secara pelan-pelan mampu mengubah kualitas sumber daya manusia Indonesia. Yakni manusia yang siap lahir dan batin untuk membangun Indonesia dari berbagai sektor, bahkan siap menyerbu lahan asing yang prosfektif.
Untuk hal tersebut, sebagai kebijakan baru, desentralisasi pendidikan harus didefinisikan secara benar dan proporsional. Apa yang menjadi kekuatan dari pilihan ini diambil, begitu juga peluang yang akan mungkin terjadi seandainya paradigma desentralisasi diterapkan harus dikaji secara matang. Tidak kalah pentingnya mengkaji kelemahan-kelemahan dan ancaman-ancaman yang akan terjadi. Hal ini penting dilakukan, sebagai langkah antisipasi dan menyempurnakan rencana dan proses pendidikan.
            Hal–hal yang menjadi kekuatan kalau paradigma desentralisasi dijadikan pilihan dalam pendidikan yakni ; 1) Letak geografis dari wilayah Indonesia terdiri dari beribu-ribu pulau baik pulau besar maupun kecil sehingga pola otonomi pelaksanaan pendidikan akan mendekatkan kebijakan yang diambil dengan sekolah bersangkutan. 2) Masyarakat Indonesia adalah masyarakat multikultur, baik suku,  agama, ras dan golongan, maka penghargaan terhadap perbedaan–perbedaan tersebut terutama dari segi kebijakan sangat diharapkan sehingga tidak ada golongan yang terkorbankan atau merasa dipaksa untuk menjadi sama. 3) Penduduk Indonesia yang sangat besar adalah kekuatan yang perlu dimanfaatkan, karena bantuan baik berupa dana maupun partisifasi aktif dalam merencanakan kebijakan atau melaksanakan pendidikan dalam bentuk pelatihan, pemberian informasi atau bahkan bantuan sarana–prasarana dari masyarakat. Yang belum tergali secara maksimal adalah partisifasi masyarakat, karena pemerintah dengan paradigma sentralistiknya berpandangan bahwa masyarakat cukup sebagai obyek pendidikan. 4) Keadaan alam Indonesia, bisa dijadikan laboratorium alami sebagai tempat peserta didik melakukan percobaan dan pengumpulan data secara gratis.
            Peluang kedepan dengan diberlakukannya paradigma desentralisasi pendidikan adalah 1) Pendidikan akan menjadi sebuah sistem yang berjalan dengan sendirinya, tanpa menunggu instruksi dari atas. Kreatifitas akan mengalir secara alami dan tidak ada pendiktean hasil dari pendidikan. Prinsif “learning what to be learn” belajar apa yang dipelajari akan dengan otomatis bergeser ke pola “learning how to learn” belajar bagaimana belajar Dengan demikian pendidikan benar-benar menjadi otonom. 2) Terwujud masyarakat yang menghargai perbedaan baik dalam pola pikir maupun pola tindak dan pola bicara, dari hal ini akan terjadi masyarakat berani berdebat ditingkat epistemologis dan selalu menjungjung tinggi pranata-pranata sosial serta hasil dari sebuah konsensus. Sehingga masyarakat akan benar-benar menjadi demokratis. 3) Terjadi kompetisi yang sehat dari peserta didik yang diikuti oleh peningkatan kualitas penyelenggara pendidikan baik guru maupun tenaga administrasi. Hal ini terjadi karena setiap daerah memiliki tafsir yang berbeda atau cara yang berbeda dalam mewujudkan tujuan pendidikan sehingga struktur atau tugas-tugas penyelenggara pendidikan menjadi berbeda, disinilah memerlukan profesionalisme dan seni dalam mengatur. 4) Dari Segi anggaran akan terjadi efisiensi, karena anggaran dana langsung ke daerah sasaran atau sekolah tujuan, maka tidak akan terjadi penyinggahan dana disana-sini, serta pengelolaan anggaran akan lebih tepat sesuai dengan keperluan. 5) Dari segi output pendidikan, maka akan tercipta lulusan-lulusan yang memiliki kempetensi berimbang antara kognitif, afektif dan psikomotorik. Serta berimbang pula antara kemampuan umum dan kemampuan lokal, sehingga lulusan tidak buta akan potensi daerahnya masing-masing, tetapi juga tidak kalah dalam mencermati fenomena global. Otonomi pengelolaan pendidikan disuatu daerah akan mempertimbangkan potensi derah yakni dengan dibangunnya sekolah-sekolah kejuruan yang memang benar-benar diperlukan oleh daerah tersebut. Dengan demikian akan terjadi kesesuaian antara sekolah sebagai penyedia sumber daya manusia dengan dunia kerja sebagai konsumen sumber daya manusia.
            Namun demikian ada beberapa kelemahan yang perlu dicari jalan keluarnya dari implementasi paradigma disentralisasi pendidikan yakni ; 1) Karena warisan pola pikir Orde Baru yang menistakan perbedaan, maka perbedaan SARA harus disertai kemampuan emosional yang konstruktif dalam menyikapi perbedaan, kalau tidak maka konflik horizontal baik antar etnik, maupun antar agama atau antar partai politik akan terjadi. 2) Dengan desentralisasi pendidikan, memungkinkan kebijakan pendidikan yang bervariasi antar daerah, maka akan berpeluang perbedaan mutu atau kualitas hasil pendidikan, dengan demikian standar sekolah akan berbeda-beda.
            Tantangan yang akan dihadapi dengan desentralisasi pendidikan adalah : 1) Desentralisasi pendidikan memungkinkan adanya partisifasi aktif dari masyarakat dalam dunia pendidikan, untuk hal ini maka diperlukan kesadaran masyarakat untuk memberikan bantuan baik dana, penyediaan sarana-prasarana atau sumbangan pemikiran dan kontrol serta partisifasi aktif dalam pembelajaran, missal ; sebagai narasumber atau instruktur dalam pembelajaran. Memunculkan kesadaran masyarakat inilah yang menjadi tantangan dari pemerintah daerah atau sekolah yang bersangkutan. 2) Diperlukan penyelenggara-penyelenggara pendidikan yang profesional sehingga  trampil dalam mengelola dan ada kreatifitas serta inovasi dalam menyelenggarakan pendidikan baik dalam melayani peserta didik, mengelola anggaran, maupun memotivasi partisifasi masyarakat. 3) Dengan berbedanya standar mutu hasil pendidikan, maka diperlukan standar nasional untuk bidang studi umum, karena bidang studi ini berlaku dalam konsteks nasional dan global. Tetapi yang menyangkut bidang studi lokal diserahkan kepada masing-masing daerah dan sekolah menyesuaikan kebutuhan lokal.
            Nampaknya berdasarkan kajian kritis tersebut diatas, maka ada beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mengantisifasi munculnya kemungkinan-kemungkinan terjelek dari implementasi paradigma disentralisasi dalam dunia pendidikan. Bukan berarti dengan beberapa kelemahan tersebut, dunia pendidikan kita kembali kepada paradigma yang sentralistik. Karena dalam konteks nasional dan global begitu juga dalam wilayah lokal desentralisasi pendidikan jauh memberikan harapan demi terwujudnya manusia yang cerdas secara intelektual, emosional dan juga spiritual.

No comments:

Post a Comment