Dideklarasikannya reformasi di Indonesia, yang dipelopori oleh gerakan
mahasiswa periode 1998, membuka gerbang baru sistem negara di Indonesia. Amandemen UUD 1945
sampai empat kali merupakan bukti berjalannya reformasi tersebut. Reformasi tidak
hanya terjadi pada sistem negara secara pundamental tetapi disertai dengan
reformasi pada sistem-sistem sektoral termasuk bidang pendidikan. Berubahnya
paradigma sentralistik menuju paradigma desentralisasi memberikan
pertimbangan-pertimbangan yang beragam mana diantara itu yang paling efektif
terutama dalam bidang pendidikan.
Potensi alam juga dilengkapi oleh potensi jumlah sumber
daya manusia yang sangat banyak. Jumlah penduduk yang sangat besar dan tersebar
diseluruh pelosok memudahkan pengaturan pembagian peran kehidupan. Sistem
kemasyarakatan (kultur) yang beranekaragam dan agama serta kepercayaan yang
demikian banyak semakin memperkaya bangsa menjadi negara besar dan maju.
Tetapi, sebesar apapun potensi yang kita miliki, tanpa
pengelolaan yang profesional, lama kelamaan potensi yang kita miliki hanya akan
menjadi potensi yang terbuang atau seperti saat ini yakni “potensi yang diambil
orang” Indonesia hanya bisa mengekspor berjuta-juta ton bahan baku yang ditukar
dengan beberapa unit pesawat terbang. Disisi lain juga Indonesia hanya bisa mengekspor 100
orang pembantu rumah tangga yang ditukar dengan seorang teknisi mesin. Atau
yang lebih memprihatinkan kita hanya bisa membeli pakaian bekas dengan menjual
permata dan berlian kita.
Demikian potensi hanya menjadi potensi yang dimikmati
orang, masyarakat Indonesia
hanya bisa menonton jurang-jurangnya diratakan, kayu-kayungan ditebang tanpa
bisa berkata apa. Apakah kondisi seperti ini yang kita harapkan atau yang kita
tunggu sekian lama sejak merdeka, tentu dengan tegas kita menjawab bukan !
Apakah kita harus berteriak dan menyalahkan generasi
pendahulu kita, tidak ! Kita justru sejak saat ini menyatukan pikiran dan
langkah untuk menyusun strategi baru, menyusun strategi yang jitu dalam
menghadapi permasalahan besar bangsa ini. Masalah terbesar bangsa ini adalah
masalah kualitas sumber daya manusia. Manusia Indonesia
tidak harus menjadi tamu dinegeri sendiri, harus mengatakan permisi untuk
melakukan sesuatu dinegerinya sendiri, manusia Indonesia tidak harus menjadi
manusia kelas dua dinegerinya sendiri.
Sentralisasi sistem pendidikan telah terbukti membuat
masyarakat yang tidak terberdayakan baik secara kognitif, afektif maupun
psikomotorik. Output pendidikan belumlah siap menghadapi alam Indonesia, pendidikan hanya
melahirkan manusia-manusia yang hapal akan konsep-konsep tetapi tidak pernah
tahu dimana konsep itu digunakan. Dan tidak tahu bagaimana konsep itu
digunakan. Dunia pendidikan sepertinya berjalan sendiri menuju tujuannya
sedangkan alam berkembang sendiri oleh ekploitasi oleh tangan-tangan jahil.
Sentralisasi pendidikan secara sistem juga belumlah
mampu memberikan penghidupan yang layak bagi penyelenggara pendidikan secara
umum, tetapi hanya mampu mensejahterakan segelintir orang. Pendidikan
belum menyajikan efisiensi, yakni keseimbangan
antara dana yang dihabiskan dengan kualitas keluaran yang dihasilkan.
Mengingat demikian banyak keterbatasan sistem
sentralisasi pendidikan, maka sistem desentralisasi menjadi pilihan yang
diharapkan mampu mengubah kualitas output pendidikan yang secara pelan-pelan
mampu mengubah kualitas sumber daya manusia Indonesia. Yakni manusia yang siap
lahir dan batin untuk membangun Indonesia
dari berbagai sektor, bahkan siap menyerbu lahan asing yang prosfektif.
Untuk hal tersebut, sebagai kebijakan baru,
desentralisasi pendidikan harus didefinisikan secara benar dan proporsional.
Apa yang menjadi kekuatan dari pilihan ini diambil, begitu juga peluang yang
akan mungkin terjadi seandainya paradigma desentralisasi diterapkan harus
dikaji secara matang. Tidak kalah pentingnya mengkaji kelemahan-kelemahan dan
ancaman-ancaman yang akan terjadi. Hal ini penting dilakukan, sebagai langkah
antisipasi dan menyempurnakan rencana dan proses pendidikan.
Hal–hal yang
menjadi kekuatan kalau paradigma desentralisasi dijadikan pilihan dalam
pendidikan yakni ; 1) Letak geografis dari wilayah Indonesia terdiri dari beribu-ribu
pulau baik pulau besar maupun kecil sehingga pola otonomi pelaksanaan
pendidikan akan mendekatkan kebijakan yang diambil dengan sekolah bersangkutan.
2) Masyarakat Indonesia adalah masyarakat multikultur, baik suku, agama, ras dan golongan, maka penghargaan
terhadap perbedaan–perbedaan tersebut terutama dari segi kebijakan sangat
diharapkan sehingga tidak ada golongan yang terkorbankan atau merasa dipaksa
untuk menjadi sama. 3) Penduduk Indonesia yang sangat besar adalah kekuatan
yang perlu dimanfaatkan, karena bantuan baik berupa dana maupun partisifasi
aktif dalam merencanakan kebijakan atau melaksanakan pendidikan dalam bentuk
pelatihan, pemberian informasi atau bahkan bantuan sarana–prasarana dari
masyarakat. Yang belum tergali secara maksimal adalah partisifasi masyarakat,
karena pemerintah dengan paradigma sentralistiknya berpandangan bahwa
masyarakat cukup sebagai obyek pendidikan. 4) Keadaan alam Indonesia, bisa
dijadikan laboratorium alami sebagai tempat peserta didik melakukan percobaan
dan pengumpulan data secara gratis.
Peluang kedepan
dengan diberlakukannya paradigma desentralisasi pendidikan adalah 1) Pendidikan
akan menjadi sebuah sistem yang berjalan dengan sendirinya, tanpa menunggu
instruksi dari atas. Kreatifitas akan mengalir secara alami dan tidak ada
pendiktean hasil dari pendidikan. Prinsif “learning what to be learn”
belajar apa yang dipelajari akan dengan otomatis bergeser ke pola “learning
how to learn” belajar bagaimana belajar Dengan demikian pendidikan
benar-benar menjadi otonom. 2) Terwujud masyarakat yang menghargai perbedaan
baik dalam pola pikir maupun pola tindak dan pola bicara, dari hal ini akan
terjadi masyarakat berani berdebat ditingkat epistemologis dan selalu
menjungjung tinggi pranata-pranata sosial serta hasil dari sebuah konsensus.
Sehingga masyarakat akan benar-benar menjadi demokratis. 3) Terjadi kompetisi
yang sehat dari peserta didik yang diikuti oleh peningkatan kualitas
penyelenggara pendidikan baik guru maupun tenaga administrasi. Hal ini terjadi
karena setiap daerah memiliki tafsir yang berbeda atau cara yang berbeda dalam
mewujudkan tujuan pendidikan sehingga struktur atau tugas-tugas penyelenggara
pendidikan menjadi berbeda, disinilah memerlukan profesionalisme dan seni dalam
mengatur. 4) Dari Segi anggaran akan terjadi efisiensi, karena anggaran dana
langsung ke daerah sasaran atau sekolah tujuan, maka tidak akan terjadi
penyinggahan dana disana-sini, serta pengelolaan anggaran akan lebih tepat sesuai
dengan keperluan. 5) Dari segi output pendidikan, maka akan tercipta
lulusan-lulusan yang memiliki kempetensi berimbang antara kognitif, afektif dan
psikomotorik. Serta berimbang pula antara kemampuan umum dan kemampuan lokal,
sehingga lulusan tidak buta akan potensi daerahnya masing-masing, tetapi juga
tidak kalah dalam mencermati fenomena global. Otonomi pengelolaan pendidikan
disuatu daerah akan mempertimbangkan potensi derah yakni dengan dibangunnya
sekolah-sekolah kejuruan yang memang benar-benar diperlukan oleh daerah
tersebut. Dengan demikian akan terjadi kesesuaian antara sekolah sebagai
penyedia sumber daya manusia dengan dunia kerja sebagai konsumen sumber daya
manusia.
Namun demikian ada
beberapa kelemahan yang perlu dicari jalan keluarnya dari implementasi
paradigma disentralisasi pendidikan yakni ; 1) Karena warisan pola pikir Orde
Baru yang menistakan perbedaan, maka perbedaan SARA harus disertai kemampuan
emosional yang konstruktif dalam menyikapi perbedaan, kalau tidak maka konflik
horizontal baik antar etnik, maupun antar agama atau antar partai politik akan
terjadi. 2) Dengan desentralisasi pendidikan, memungkinkan kebijakan pendidikan
yang bervariasi antar daerah, maka akan berpeluang perbedaan mutu atau kualitas
hasil pendidikan, dengan demikian standar sekolah akan berbeda-beda.
Tantangan yang akan
dihadapi dengan desentralisasi pendidikan adalah : 1) Desentralisasi pendidikan
memungkinkan adanya partisifasi aktif dari masyarakat dalam dunia pendidikan,
untuk hal ini maka diperlukan kesadaran masyarakat untuk memberikan bantuan
baik dana, penyediaan sarana-prasarana atau sumbangan pemikiran dan kontrol
serta partisifasi aktif dalam pembelajaran, missal ; sebagai narasumber atau
instruktur dalam pembelajaran. Memunculkan kesadaran masyarakat inilah yang
menjadi tantangan dari pemerintah daerah atau sekolah yang bersangkutan. 2)
Diperlukan penyelenggara-penyelenggara pendidikan yang profesional
sehingga trampil dalam mengelola dan ada
kreatifitas serta inovasi dalam menyelenggarakan pendidikan baik dalam melayani
peserta didik, mengelola anggaran, maupun memotivasi partisifasi masyarakat. 3)
Dengan berbedanya standar mutu hasil pendidikan, maka diperlukan standar
nasional untuk bidang studi umum, karena bidang studi ini berlaku dalam konsteks
nasional dan global. Tetapi yang menyangkut bidang studi lokal diserahkan
kepada masing-masing daerah dan sekolah menyesuaikan kebutuhan lokal.
Nampaknya
berdasarkan kajian kritis tersebut diatas, maka ada beberapa hal yang perlu
dilakukan untuk mengantisifasi munculnya kemungkinan-kemungkinan terjelek dari
implementasi paradigma disentralisasi dalam dunia pendidikan. Bukan berarti
dengan beberapa kelemahan tersebut, dunia pendidikan kita kembali kepada
paradigma yang sentralistik. Karena dalam konteks nasional dan global begitu
juga dalam wilayah lokal desentralisasi pendidikan jauh memberikan harapan demi
terwujudnya manusia yang cerdas secara intelektual, emosional dan juga
spiritual.
No comments:
Post a Comment