Pendidikan Karakter
Berbagai fenomena menyedihkan yang
terjadi di Indonesia belakangan ini, mengharuskan kepada kita semua untuk
merenungkan kembali peran pendidikan bagi generasi bangsa. Berbagai peristiwa
tersebut, disebabkan oleh rendahnya nilai-nilai karakter kebangsaan kita. Rendahnya
nilai karakter bangsa tersebut telah menjadi pertimbangan yang kuat
direvitalisasikannya pendidikan budaya dan karakter bangsa. Karenan tujuan
pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah: 1. mengembangkan potensi
kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai manusia dan warganegara yang
memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa; 2. mengembangkan kebiasaan dan
perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal
dan tradisi budaya bangsa yang religius; 3. menanamkan jiwa kepemimpinan dan
tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa; 4. mengembangkan
kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan
kebangsaan; dan 5. mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan
belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa
kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity) (Said Hamid Hasan,
2010:7).
Atas
dasar pemikiran itu, pengembangan pendidikan budaya dan karakter sangat strategis
bagi keberlangsungan dan keunggulan bangsa di masa mendatang. Pengembangan itu
harus dilakukan melalui perencanaan yang baik, pendekatan yang sesuai, dan
metode belajar serta pembelajaran yang efektif. Sehingga akhirnya pendidikan
budaya dan karakter bangsa diharapkan dapat berfungsi sebagai wahana: 1.
pengembangan: pengembangan potensi peserta didik untuk menjadi pribadi
berperilaku baik; ini bagi peserta didik yang telah memiliki sikap dan perilaku
yang mencerminkan budaya dan karakter bangsa; 2. perbaikan: memperkuat kiprah
pendidikan nasional untuk bertanggung jawab dalam pengembangan potensi peserta
didik yang lebih bermartabat; dan 3. penyaring: untuk menyaring budaya bangsa
sendiri dan budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan
karakter bangsa yang bermartabat (Said Hamid Hasan, 2010:7).
Setelah proses pendidikan karakter dilakukan, baik
melalui mata pelajaran, muatan lokal, maupun pengembangan diri serta pembiasaan
di sekolah, maka diharapkan tercipta, tumbuh dan berkembang kurang lebih 18
karakter bangsa. Adapun karakter tersebut adalah religius, jujur, toleransi, disiplin,
kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan,
cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komuniktif, cinta damai, gemar
membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung-jawab.
Pentingnya
Kejujuran dalam UN
Pelaksanaan pendidikan budaya dan
karakter bangsa mesti dilaksanakan mulai dari penerimaan siswa baru, proses
pembelajaran, sampai dengan pelaksanaan evaluasi. Evaluasi yang akan dilalui
oleh peserta didik, salah satunya adalah UN. Sebagai bagian dari dunia
pendidikan, setuju atau tidak setuju dengan pemberlakukan UN, harus dapat
menyelenggarakannya dengan benar. Benar dalam arti melaksanakannya sesuai
dengan standar operasional prosedur yang telah ditentukan oleh BSNP.
Pelaksanaan UN mesti dijamin pelaksanaannya dalam rangka penumbuhkembangan ke
18 karakter tersebut.
Salah satu karakter yang belakangan
sedang disorot oleh pemerintah baik pusat maupun pemerintah propinsi dan kabupaten/kota
adalah “jujur”. Dinas pendidikan
pemuda dan olah raga propinsi Bali telah membuat ikrar bersama tentang
penyelenggaraan UN yang jujur. Di kabupaten Bangli sendiri pelaksanaan UN yang
jujur menjadi penekanan pemerintah daerah. Bahkan Bupati Bangli Bapak I Made Gianyar,
SH. M.Hum telah dua kali bertemu langsung dengan para kepala sekolah se
kabupaten Bangli untuk menekankan pelaksanaan UN yang jujur dan
berprestasi.
Keseriusan terhadap sikap tersebut,
ditindaklanjuti dengan rencana pengantaran naskah UN dari Polsek ke sekolah
oleh kepala SKPD. Menanggapi komitmen pimpinan daerah yang begitu tinggi dalam
pengawalan pelaksanaan UN yang jujur tersebut, maka harus dimaknai sebagai
sebuah dukungan kepada sekolah, sekaligus mengawal pelaksanaan pendidikan
budaya dan karakter bangsa yang sebenar-benarnya.
Dalam
pelaksanaan pendidikan budaya dan karakter bangsa kejujuran seorang pembelajar
harus diutamakan, dilatih, dan dibudayakan. Seorang pembelajar tanpa kejujuran
tidak akan pernah menyadari sejauh mana kemampuan yang telah dimiliki. Orang
tersebut akan buta tentang jati dirinya, tidak mengenal potensinya. Dalam arti
kata bahwa orang yang tidak jujur tidak mengenal dimana ia berada (position). Dampak dari seseorang yang
tidak tahu posisinya, maka tidak akan bisa melangkah kamana pun, atau dalam
bahasa lain dikatakan orang tanpa visi, misi, dan tujuan. Orang tersebut tidak
akan memiliki program kerja, apalagi langkah-langkah yang lebih rinci. Sangat
berbahaya, orang yang tidak memiliki visi (impian) karena hidupnya hanya untuk
ikut-ikutan. Orang tanpa impian tidak akan memiliki semangat untuk melangkah,
demikian juga para siswa yang tanpa cita-cita, tidak akan pernah mau belajar.
Apalagi untuk belajar dengan keras, sangat jauh. Dengan demikian tanpa kejujuran dalam UN akan
menciptakan generasi yang tidak kreatif, tidak disiplin dan tidak mau bekerja
keras.
Tanpa
kejujuran dalam UN akan membuka peluang kecurangan, mengharapkan bantuan dari
orang lain, generasi yang cengeng sehingga mereduksi karakter mandiri, gemar
membaca, rasa ingin tahu, menghargai prestasi, dan bertanggungjawab.
Dengan
demikian pelaksanaan UN yang jujur sangat penting dikawal, sehingga
penumbuhkembangan 18 karakter tersebut akan berjalan dengan lancar. Tanpa UN
yang jujur, maka pendidikan budaya dan karakter bangsa yang demikian gencar
didengungkan mulai dari Presiden hingga kepala dusun akan menjadi sia-sia.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan akan semakin tidak dipercaya oleh
masyarakat. Anak yang dulunya baik, ketika melewati gerbang sekolah akan
berubah menjadi orang yang munafik. Sungguh bertentangan dengan makna
pendidikan itu sendiri.
UN
tanpa kejujuran akan meruntuhkan kewibawaan guru sebagai pendidik. Apapun kata
guru, tidak akan didengar apalagi dilaksanakan. Guru hanyalah dipandang sebagai
aktor yang hanya perlu ditonton tanpa harus ditiru, ditauladani dan
dilaksanakan segala nasehatnya. Jika demikian halnya maka sangat sulit
mewujudkan pendidikan yang mampu mencerdaskan kehidupan bangsa. Sangat sulit
menumbuhkan generasi yang berkarakter.
Menyimak
dari uraian di atas, maka pelaksanaan UN yang jujur akan memberikan kontribusi
yang positif terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia secara kognitif,
afektif maupun psikomor, serta karakter bangsanya. Dengan demikian maka
pelaksanaan UN yang jujur harus benar-benar diwujudkan dengan baik.
Perlu
Penyikapan yang Obyektif terhadap Hasil UN yang Jujur
Pelaksanan
UN yang jujur akan berpeluang menyebabkan peserta ujian tidak lulus. Menyikapi
hal tersebut, diperlukan kesadaran dan pengertian semua pihak, baik pemerintah
daerah, masyarakat, maupun orang tua siswa. Diharapkan ketidaklulusan anak-anak
kita dimaknai sebagai sebuah pembelajaran, untuk mematangkan, menyempurnakan
pelaksanaan pendidikan yang ada di daerah secara umum, di sekolah, maupun cara
belajar sang anak itu sendiri. Karena sebetulnya yang terpenting dari sebuah
proses adalah tindak lanjutnya, bukan terletak pada hasil. Lulus atau tidak
lulus bukanlah akhir tetapi hanyalah data untuk melangkah lebih lanjut.
Penyikapan
terhadap hasil UN yang jujur mesti dilakukan secara obyektif dan jauh dari
sikap-sikap dan perilaku emosional. Karena apabila tindaklanjut yang emosional
dan inkonstitusional dilakukan baik oleh masyarakat maupun lembaga formal, maka
akan mengancam kejernihan dalam pemaknaan hasil nantinya, sehingga tindak
lanjut menjadi tidak tepat. Penyikapan terhadap hasil UN tersebut harus
proporsional, dan menjadi PR bersama baik pemerintah daerah, sekolah, guru,
masyarakat, maupun orang tua. Penyikapan terhadap hasil UN haruslah dalam
rangka mencari jalan keluar (solution)
bukan menambah masalah baru (memperkeruh suasana).
Dengan
kerja keras semua pihak, pemerintah daerah, sekolah, masyarakat, orang tua, dan
siswa sendiri, serta penyikapan yang konstruktif nantinya terhadap pelaksanaan
UN jujur, semoga memberikan suasana yang baik bagi peningkatan kualitas
pendidikan di Bangli khususnya, Bali, dan Indonesia pada umumnya.
No comments:
Post a Comment