Wednesday, April 8, 2015

Pentingnya UN Jujur Dalam Pendidikan Karakter


 
Pendidikan Karakter
            Berbagai fenomena menyedihkan yang terjadi di Indonesia belakangan ini, mengharuskan kepada kita semua untuk merenungkan kembali peran pendidikan bagi generasi bangsa. Berbagai peristiwa tersebut, disebabkan oleh rendahnya nilai-nilai karakter kebangsaan kita. Rendahnya nilai karakter bangsa tersebut telah menjadi pertimbangan yang kuat direvitalisasikannya pendidikan budaya dan karakter bangsa. Karenan tujuan pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah: 1. mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai manusia dan warganegara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa; 2. mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal
dan tradisi budaya bangsa yang religius; 3. menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa; 4. mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan; dan 5. mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity) (Said Hamid Hasan, 2010:7).
Atas dasar pemikiran itu, pengembangan pendidikan budaya dan karakter sangat strategis bagi keberlangsungan dan keunggulan bangsa di masa mendatang. Pengembangan itu harus dilakukan melalui perencanaan yang baik, pendekatan yang sesuai, dan metode belajar serta pembelajaran yang efektif. Sehingga akhirnya pendidikan budaya dan karakter bangsa diharapkan dapat berfungsi sebagai wahana: 1. pengembangan: pengembangan potensi peserta didik untuk menjadi pribadi berperilaku baik; ini bagi peserta didik yang telah memiliki sikap dan perilaku yang mencerminkan budaya dan karakter bangsa; 2. perbaikan: memperkuat kiprah pendidikan nasional untuk bertanggung jawab dalam pengembangan potensi peserta didik yang lebih bermartabat; dan 3. penyaring: untuk menyaring budaya bangsa sendiri dan budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang bermartabat (Said Hamid Hasan, 2010:7).
Setelah proses pendidikan karakter dilakukan, baik melalui mata pelajaran, muatan lokal, maupun pengembangan diri serta pembiasaan di sekolah, maka diharapkan tercipta, tumbuh dan berkembang kurang lebih 18 karakter bangsa. Adapun karakter tersebut adalah religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komuniktif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung-jawab.

Pentingnya Kejujuran dalam UN
            Pelaksanaan pendidikan budaya dan karakter bangsa mesti dilaksanakan mulai dari penerimaan siswa baru, proses pembelajaran, sampai dengan pelaksanaan evaluasi. Evaluasi yang akan dilalui oleh peserta didik, salah satunya adalah UN. Sebagai bagian dari dunia pendidikan, setuju atau tidak setuju dengan pemberlakukan UN, harus dapat menyelenggarakannya dengan benar. Benar dalam arti melaksanakannya sesuai dengan standar operasional prosedur yang telah ditentukan oleh BSNP. Pelaksanaan UN mesti dijamin pelaksanaannya dalam rangka penumbuhkembangan ke 18 karakter tersebut.
            Salah satu karakter yang belakangan sedang disorot oleh pemerintah baik pusat maupun pemerintah propinsi  dan  kabupaten/kota  adalah “jujur”.  Dinas pendidikan pemuda dan olah raga propinsi Bali telah membuat ikrar bersama tentang penyelenggaraan UN yang jujur. Di kabupaten Bangli sendiri pelaksanaan UN yang jujur menjadi penekanan pemerintah daerah. Bahkan Bupati Bangli Bapak I Made Gianyar, SH. M.Hum telah dua kali bertemu langsung dengan para kepala sekolah se kabupaten Bangli untuk menekankan pelaksanaan UN yang jujur dan berprestasi. 
            Keseriusan terhadap sikap tersebut, ditindaklanjuti dengan rencana pengantaran naskah UN dari Polsek ke sekolah oleh kepala SKPD. Menanggapi komitmen pimpinan daerah yang begitu tinggi dalam pengawalan pelaksanaan UN yang jujur tersebut, maka harus dimaknai sebagai sebuah dukungan kepada sekolah, sekaligus mengawal pelaksanaan pendidikan budaya dan karakter bangsa yang sebenar-benarnya.
Dalam pelaksanaan pendidikan budaya dan karakter bangsa kejujuran seorang pembelajar harus diutamakan, dilatih, dan dibudayakan. Seorang pembelajar tanpa kejujuran tidak akan pernah menyadari sejauh mana kemampuan yang telah dimiliki. Orang tersebut akan buta tentang jati dirinya, tidak mengenal potensinya. Dalam arti kata bahwa orang yang tidak jujur tidak mengenal dimana ia berada (position). Dampak dari seseorang yang tidak tahu posisinya, maka tidak akan bisa melangkah kamana pun, atau dalam bahasa lain dikatakan orang tanpa visi, misi, dan tujuan. Orang tersebut tidak akan memiliki program kerja, apalagi langkah-langkah yang lebih rinci. Sangat berbahaya, orang yang tidak memiliki visi (impian) karena hidupnya hanya untuk ikut-ikutan. Orang tanpa impian tidak akan memiliki semangat untuk melangkah, demikian juga para siswa yang tanpa cita-cita, tidak akan pernah mau belajar. Apalagi untuk belajar dengan keras, sangat jauh.  Dengan demikian tanpa kejujuran dalam UN akan menciptakan generasi yang tidak kreatif, tidak disiplin dan tidak mau bekerja keras.
Tanpa kejujuran dalam UN akan membuka peluang kecurangan, mengharapkan bantuan dari orang lain, generasi yang cengeng sehingga mereduksi karakter mandiri, gemar membaca, rasa ingin tahu, menghargai prestasi, dan bertanggungjawab.
Dengan demikian pelaksanaan UN yang jujur sangat penting dikawal, sehingga penumbuhkembangan 18 karakter tersebut akan berjalan dengan lancar. Tanpa UN yang jujur, maka pendidikan budaya dan karakter bangsa yang demikian gencar didengungkan mulai dari Presiden hingga kepala dusun akan menjadi sia-sia. Sekolah sebagai lembaga pendidikan akan semakin tidak dipercaya oleh masyarakat. Anak yang dulunya baik, ketika melewati gerbang sekolah akan berubah menjadi orang yang munafik. Sungguh bertentangan dengan makna pendidikan itu sendiri.
UN tanpa kejujuran akan meruntuhkan kewibawaan guru sebagai pendidik. Apapun kata guru, tidak akan didengar apalagi dilaksanakan. Guru hanyalah dipandang sebagai aktor yang hanya perlu ditonton tanpa harus ditiru, ditauladani dan dilaksanakan segala nasehatnya. Jika demikian halnya maka sangat sulit mewujudkan pendidikan yang mampu mencerdaskan kehidupan bangsa. Sangat sulit menumbuhkan generasi yang berkarakter.
Menyimak dari uraian di atas, maka pelaksanaan UN yang jujur akan memberikan kontribusi yang positif terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia secara kognitif, afektif maupun psikomor, serta karakter bangsanya. Dengan demikian maka pelaksanaan UN yang jujur harus benar-benar diwujudkan dengan baik.

Perlu Penyikapan yang Obyektif terhadap Hasil UN yang Jujur
Pelaksanan UN yang jujur akan berpeluang menyebabkan peserta ujian tidak lulus. Menyikapi hal tersebut, diperlukan kesadaran dan pengertian semua pihak, baik pemerintah daerah, masyarakat, maupun orang tua siswa. Diharapkan ketidaklulusan anak-anak kita dimaknai sebagai sebuah pembelajaran, untuk mematangkan, menyempurnakan pelaksanaan pendidikan yang ada di daerah secara umum, di sekolah, maupun cara belajar sang anak itu sendiri. Karena sebetulnya yang terpenting dari sebuah proses adalah tindak lanjutnya, bukan terletak pada hasil. Lulus atau tidak lulus bukanlah akhir tetapi hanyalah data untuk melangkah lebih lanjut.
Penyikapan terhadap hasil UN yang jujur mesti dilakukan secara obyektif dan jauh dari sikap-sikap dan perilaku emosional. Karena apabila tindaklanjut yang emosional dan inkonstitusional dilakukan baik oleh masyarakat maupun lembaga formal, maka akan mengancam kejernihan dalam pemaknaan hasil nantinya, sehingga tindak lanjut menjadi tidak tepat. Penyikapan terhadap hasil UN tersebut harus proporsional, dan menjadi PR bersama baik pemerintah daerah, sekolah, guru, masyarakat, maupun orang tua. Penyikapan terhadap hasil UN haruslah dalam rangka mencari jalan keluar (solution) bukan menambah masalah baru (memperkeruh suasana).
Dengan kerja keras semua pihak, pemerintah daerah, sekolah, masyarakat, orang tua, dan siswa sendiri, serta penyikapan yang konstruktif nantinya terhadap pelaksanaan UN jujur, semoga memberikan suasana yang baik bagi peningkatan kualitas pendidikan di Bangli khususnya, Bali, dan Indonesia pada umumnya.

No comments:

Post a Comment